Aimee
Aku mencintainya dengan seluruh pikirannya yang tak terbatas. Aku
mencintainya sebab aku tahu, dialah wanita pertama yang membakar hatiku lewat
percikan api yang menyala-nyala di matanya.
Aimee, wanita itu bediri di hadapanku.
Sama seperti kemarin, ia duduk menghadap ke hutan di belakang gereja. Rambutnya
samar dengan coklat kayu jati yang tak lagi mengkilap dari bingkai jendela
tempatnya duduk. Bau kayu tua dari kayu yang lapuk terbawa angin sampai juga ke
penciuman wanita itu, membuat wanita itu selalu merasa teduh. Angin membuatnya
terpaksa meminum kopinya cepat cepat. Lalu ia menolah ke arahku, dan menatapku
dengan cermat.
Begitu besar rasa cintaku pada wanita itu,
begitu pula lamat lamat aku membencinya.
Aku membencinya dengan alsan yang sama ketika aku mencintainya.
Pikirannya yang tak terbatas itu lambat laun membuatku gila, dan api yang
terpercik di matanya membekas luka yang terus menganga.
Aimee, wanita itu masih disana ia masih
duduk menghadap ke hutan di belakang gereja, masih menanti teman bicara,
pengganti tempatku disana. Wajahnya murung seakan memendam semua pikirannya
yang kini semakin semrawut. Kopi
ditangannya sudah dingin , tapi ia tak kunjung peduli.
Makin hari, penjaga gereja makin sering berbisik. Bisik bisik itu
lekas menjadi gunjingan. Katanya, wanita yang berdiri di lantai tiga gereja itu
gila. Ia sering berbicara pada ukiran malaikat dan Tuhan yang berdiri diatas
kepalanya. Bahkan, ia tak lagi membawa segelas kopi untuk dirinya sendiri, ia
juga membawakan masing masing segelas untuk malaikat dan Tuhan yang menjadi
lawan bicaranya.
Suatu hati, gereja riuh. Tidak ada lagi
bisik bisik yang lekas menjadi gunjingan. Begitu riuh sampai sampai aku merindukan
kesepian wanita itu, tidak ada lagi yang duduk mengahadap hutan dibelakang
gereja. Seseorang mengatakan padaku wanita itu lompat dari jendela tempatnya
biasa duduk pagi lalu. Pergi mengejar malaikat dan Tuhan yang mau menjadi lawan
bicara dan memahami seluruh pikirannya yang tak terbatas.
Aku masih membencinya, begigtu juga aku
masih mencintainya.
0 komentar: