Hujan I

05.20 Pohon Belimbing 0 Comments

hujan ricik di telinga kita yang berisik dengan cinta yang,
cinta kita yang,
risau.

akan sampai mana kita reda nantinya,
atau kapan, bagaimana
musim menanggalkan jejak hujan di tubuhku selembar selembar
dan jejak amarahmu, ia rekah di tepi segala cuaca

apa yang kau harapkan dari hujan yang ingin reda
selain sangkal dan riciknya pun pada akhirnya sampai ke selokan.

apa yang kuharapkan dari angin kemarau yang tak kunjung datang,
yang membiarkan wajahku tanggal, berjatuhan
menjelma gerimis yang mengembun di dahan

tiba tiba kau menjelma apa
tiba tiba malam datang, hujan tak kunjung usai dan kita bertanya tanya dan terus saja
apa?

padahal ini seharusnya sudah selesai.


(terinspirasi dari video di atas, direkam bang Ivan G S)

0 komentar:

Perihal Mengikut

22.25 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika hidup adalah Kristus, dan hidup adalah kesedihan
ajar aku menjadi biasa dengan air mata, ya Tuhan.

Jika mengikutMu harus menyangkal diri dan memikul salib,
ajar aku apa sangkal, jika diriku hilang dalam kata kata

Dan apa yang harus kupikul jika salib sudah terpaku
atas nama cinta dalam tiap puisiku.

0 komentar:

Di Gereja: Akhir

11.00 Pohon Belimbing 0 Comments

Dan beginilah akhirnya,

Sejak cinta meletakkan jejaknya pertama kali di tulang belulangku yang tanpa waspada,
dan kau kekasih, riuh ricik darah yang membawa begitu banyak luka

Jadi beginilah, kekasih
Kau menjelma mantra yang akrab dalam rahasia yang kuceritakan, dan
doa yang kupanjatkan,

Kau kekasih, adalah air mata yang selalu kusembunyikan

“Sejak aku mengerti tangan lelaki bisa selembut tanganmu, kekasih. Sejak aku mengerti mata juga bisa berkata kata. Sejak aku mengerti kata kata ternyata bisa menjelma manusia.”

Sejak matahari menjelma rindu untukmu,
dan degup gelisah menjadi satu dengan ingatan akan perangai kecilmu
Kau kekasih, kau menjelma asin yang di pipi dan sudut bibirku yang lelah,
adalah bahagia dan duka yang bertanya
mana cinta, mana rindu

Kau kekasih, adalah salah tafsir bahasaku yang paling keliru

“Sejak aku mengerti kata kata lelaki adalah selalu paling rahasia, tak tertebak maksudnya, dan aku terlalu dungu membiasakan diri akan cinta yang tak tahu apa apa tentang siap sedia.”

Sejak kenang akan bulu matamu menjadi cinta yang malu malu,
dan bola matamu menjadi titik koma dalam baris aksaraku
Kekasih,
Kau menjelma sengal napasku yang tenggelam, atau terbang setinggi apa
Keduanya sesak, kekasih
Dan keduanya masih menjelma harum tubuhmu

“Sejak aku mengerti bahwa namaku yang selalu di ujung bibirmu mungkin tak seperti namamu di ujung doaku, dan aku mungkin terlalu terbiasa dengan suaramu.”

Sejak kata kata menjadi hilang suara di antara tubuh dan jiwa kita yang tak mampu berkata kata.
Aku tak mengerti kekasih
Bagiku adalah cinta, lalu bagimu apa?
Semua doa, semua isyarat, semua tawa, amarah, cemburu, duka, air mata
dan tanganmu yang begitu mudahnya menghapus nestapa di ujung rambutku

Kekasih,
Apa itu bagimu jika tafsir bahasaku selalu tanpa makna bagimu?

“Sejak aku merangkai ranting yang patah dalam ingar tangisku yang tanpa getar. Dan kau yang susun, kau yang tanam dengan kepercayaan yang apa”

Tak kupahami, kekasih. Tak kupahami dirimu dan semua yang menyala nyala dalam kepalaku

Dan beginilah akhirnya,

Sedikit yang kupahami dari kita, yang selalu kehilangan kata pembuka:

Kau kekasih,
adalah cara Tuhan menguji kekuatan
adalah cara memaknai cinta, yang ternyata tak selalu harus pura pura tahan

Dan beginilah akhirnya,

0 komentar:

Pervenire

11.12 Pohon Belimbing 0 Comments

Sejak kau mengatasi langit langit kepalaku,
biar hatiku saja yang menjinjit menggapaimu.

Sedang kakiku masih menginjak bumi,
berusaha berhenti.


Terinspirasi dari karya Cy Twombly - Dimitris Condos

0 komentar:

Tenggelam

11.05 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika mencintaimu adalah perihal tenggelam,
aku memilih untuk tak pandai berenang,
dan memang aku tak pernah pandai berenang.

Akan kunikmati asin dan bau amis
yang menjalari kulit dan bibirku yang mengerut,
air yang masuk ke hidung dan
paru paruku yang dipenuhi darah kental tanpa udara,
kaki yang mati rasa
dan kematian yang menungguku dengan sabar, sampai ke paling dasar.

Terinspirasi dari Ivan Konstantinovich Aivazovsky - The Black Night at Sea

0 komentar:

Sebuah Cerita

10.56 Pohon Belimbing 0 Comments

Sejak kau memenuhi darah dan segala yang mengalir di daun daun tubuhku,
kau mericik sesuatu yang tak padam,
yang rahasia,
yang pelan pelan menghabisi sisa sisa kehidupanku yang selalu bertanya


"Bagaimana sebuah cerita dapat begitu saja selesai tanpa sebuah kata pembuka?"

0 komentar:

Tenang Saja, Terkasih

10.48 Pohon Belimbing 0 Comments

Tenang saja, terkasih

Sudah sejak lama memang
bahagia yang kureka reka menjadi bagianku

Sedang bagianmu,
adalah mereka reka ketidaktahuan


Itu cukup bagiku.

0 komentar:

Di Gereja: Drama

10.33 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika permainan peran butuh berpuluh babak untuk sebuah pesan,
lalu kita, kekasih
Jika permainan alasan butuh berpuluh tebak untuk sebuah perasaan

Maka, kau dan aku adalah tragisnya seorang pencerita mengabadikan kata
demi cinta yang pura pura tahan kematian
Maka, kau dan aku adalah adegan yang tak akan pernah selesai dengan bahagia
karena duka yang ditanggung kata kata
tak akan pernah sanggup mengabadikan kita

0 komentar:

Pada Akhirnya

10.21 Pohon Belimbing 0 Comments

Pada akhirnya, banyak wajah dan jiwa yang kutemui
hanya mengisyaratkan untuk pulang
pada wajah dan jiwamu

(lalu bagaimana caranya pulang jika pintu sudah kuketuk, dan pintu terus tertutup)

0 komentar:

Sebuah Kutuk

10.15 Pohon Belimbing 0 Comments

Selamanya, cinta yang tak tergapai
dan keberanian yang lalai
akan mengikuti bayang bayangmu

(memang, memang sial kau dapatkan cinta yang tak lekas pudar)

Selamanya, cinta yang tak sampai
 dan duka yang ranai akan menghabisi nyawamu

(memang, memang sial kau rasakan cinta yang tak lekas pudar)

0 komentar:

Aku Itu Hujan Deras

09.40 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika yang kau inginkan adalah hujan yang mudah reda kekasih,
Dan kau enggan berpayung

Setidaknya kekasih, bahagiakan diriku
tidur nyenyaklah dalam suara hujan yang berisik di jendelamu

0 komentar:

Yang Kau Ajarkan Padaku Tentang Cinta

09.26 Pohon Belimbing 0 Comments

Kau mengajarkanku bahwa cinta
adalah kecemasan yang bersyarat.
Bahwa cinta adalah gemetar
yang terlalu getir
meski hanya untuk mengeja rindu.
meski begitu,
kita lafalkan juga diam diam
cinta yang tak tertebak angka dan pelbagai peribahasa.

Kau mengajarkanku bahwa cinta
adalah ombak yang tersengal.
Kita terus saja berdiam diri
meski kita yang sudah dewasa ini tak pernah tahu cara berenang.
meski begitu, kita nikmati juga air asin dan pasir memenuhi paru,
mengaliri tubuh kita yang hampir mati rasa.


Dan aku masih ingin terus belajar.

0 komentar:

Seperti Sepi

09.23 Pohon Belimbing 0 Comments

Seperti sepi,
puisiku punya caranya sendiri
untuk menyangkal ketidakwarasan bahasaku
yang terus berusaha menjangkaumu

Seperti sepi,

seperti rindu.

0 komentar:

Pukul Dua Pagi

09.20 Pohon Belimbing 0 Comments

"Tak akan ada yang berani menyembunyikan cinta sepertimu, sayang"
 katamu pada suatu malam yang gerimis

Kau bilang sebentar lagi akan pagi,
tapi gelap semakin larut di kesunyian kata kata kita

"Apa cinta bisa bersuara?" .
"Malam selalu lebih berani menyembunyikan begitu banyak cinta"


Dan kau masih berusaha menakutiku.

0 komentar:

Di Gereja: Kidung

08.23 Pohon Belimbing 0 Comments

|01 75 34|5  |135|4 54 3 54 3|

Kau masih jadi kata yang setia dalam tiap doa malamku yang berjaga jaga
Aku masih jadi lebur tanda tanya dalam tiap kebingunganmu yang tanpa rasa bersalah

(PadaMu Tuhan aku berserah!)
(Maaf?)
(Maaf)

Terinspirasi lagu berjudul DOA karya Amang Tulus Gultom,1993

0 komentar:

Laut

08.21 Pohon Belimbing 0 Comments

Tuhan, jika cinta adalah lautan berombak,
Maka, izinkanlah aku menjadi lelaki tua
dalam sampan kecil tanpa makanan,
tanpa harapan dan hilang arah

Maka, izinkanlah aku mencintai dengan tanpa kekhawatiran,
dan, dalam rindu yang kusisipkan dalam doa doa
izinkan aku mencintai
dengan tenang dan pasrah

terinspirasi dari novel The Old Man And The Sea karya Ernest Hemingway

0 komentar:

Di Gereja: Patah

08.10 Pohon Belimbing 0 Comments

Hujan mengiringi kepergian kita
yang basah dan tumpah,
sedang kau masih pura pura tak bisa menerka
kesedihan apa yang kusembunyikan di sela sela kayu yang patah . .

//Kalau nggak bisa dipaksakan, ya enggak usah dipaksakan. Iya kan?//

(kesedihan akan selamanya berpihak pada kita, yang memaksakan akhir cerita bahagia)

0 komentar:

Bila Kelak Aku Akan Pulang Pada Dirimu

07.53 Pohon Belimbing 0 Comments

Bila kelak aku akan pulang pada dirimu
Bolehkah aku melangkah tanpa mencuci kaki, melepas sandal, dan telanjang?
Bolehkah aku menangis, dan pergi, dan meninggalkan, dan tetap pulang?

Bila kelak aku akan pulang pada dirimu
Apakah bibir dan pelukanmu satu satunya jalan?

0 komentar:

Jika

07.22 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika kukemas kau atas nama waktu,
tak kubiarkan senja menghabisi cinta
dan gemetar kita yang siap sedia

Jika kusisipkan waktu atas namamu,
maukah kau membagi detik atas setiap detak bahasa kita
yang ingin sekali membahas cinta, namun sering kehabisan kata pembuka?

Jika kutahbiskan waktu denganmu,
lalu dengan doa apa lagi aku inginkan keabadian?

0 komentar:

Tanggungan Puisi

01.38 Pohon Belimbing 0 Comments

Sudah lama sejak puisi puisiku menanggung beban tanda tanya itu
Sudah lama sejak puisi puisiku menanggung makna yang tak terbaca,
dan memang sejatinya, puisiku tak punya apa apa

/selain kau dan jutaan tanda tanya itu, kekasih/

Kita sebaiknya memang tak hadir sebagai apa apa dalam puisi ini,
karena kau tak pernah siap menanggung kata,
dan kata, tak pernah cakap menanggung kita

Kita sebaiknya memang tak lekas bersuara,
sebab bising selalu menghabisi cinta kita yang canggung

(apa cinta kita yang bingung?)

Kita sebaiknya memang harus pasrah,
sebab cinta yang kuat selalu butuh doa doa yang tumpah

0 komentar:

Ibu II

01.17 Pohon Belimbing 0 Comments

Ibu yang melahirkan laki laki yang kucintai adalah Bathari
Ibu Pandawa, Ibu Kunti
cantik sekali

Ibu yang melahirkan laki laki yang kucintai adalah senja
Ibu kepulangan,
dan bau malam yang tergenang

(Dialah perempuan yang dicintai Bathara Surya
Dialah yang mengekalkan matahari di ujung bulu matanya,
Dialah surga, bagi laki laki yang kucintai di kakinya)

0 komentar:

Klietka

01.01 Pohon Belimbing 0 Comments

Bertahun tahun aku tinggal dan bersarang di pelupuk matamu,
mencoba membaca ayat-ayat tanpa aksara
yang kita tafsir sebagai padang penyesatan makna
dan kita kenal sebagai cinta,
namun tetap,
yang kubaca hanyalah aksara yang tak kumengerti,
dan kau yang penuh ketidakmengertian

Bertahun tahun aku tinggal dalam sangkar belukar cinta
yang terus kita sangkal sangkal,
 mencoba memahami segala rahasia yang akhirnya selalu tercuri dari kita,
yang menyunggi harapan,
yang menyangga kekecewaan

0 komentar:

Tubuh

00.54 Pohon Belimbing 0 Comments

Jika cinta adalah tubuhmu kekasih,
biar aku yang menjangkau liku luka duka di seluruh kulitmu yang menganga

 Jika cinta adalah tubuhmu kekasih,
biar aku yang menjelma rindu, selain ia, garis pada bibirmu

Jika cinta adalah tubuhmu kekasih,
biar, biar tubuhku adalah kepulangan
karena apalah cinta, kekasih
jika ia tak punya rumah untuk rebah

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kenalan dengan saya disini!