Abyasa

05.22 Pohon Belimbing 5 Comments

Abyasa,
sedang mengajar Weda ketika Satyawati memikirkannya.
Ia adalah anaknya yang pergi, dulu, dulu sekali
Pergi mengejar, mengajar suara suara Brahman pada semesta
Meninggalkan bundanya, demi kekekalan moksa.

Sang Krishna Dwaipayana, Sang Brahmana
Ia tahu tugas sucinya, Ia tahu Sruti harus diturutinya
Ia mengangguk saja ketika ibundanya bertitah
Ia harus meniduri iparnya

Abyasa tahu,
Permaisuri adiknya begitu jelita,
Ambika dan Ambalika,
Maukah mereka menerima rupaku yang hina
Sebagai cukupan penebus dosa?

Dengan kecewa ia tiduri Ambika,
Yang menangis, menutup matanya
Drestarastra lahir setelahnya
Anaknya cerdas, gagah dan penuh dengan berkat keselamatan dunia
Tapi Ia buta

Satyawati, ibunya, menangis begitu pilu
Katanya “ Bagaimana ia mendatangkan kejayaan bagi Bangsa Kuru?
Sementara matanya bahkan tak bisa  membedakan rakyatnya satu satu

Kembali ia kecewa,
Saat ia tiduri Ambalika,
Yang pucat ketakutan melihat rupa Sang pertapa
Pandu Dewanata lahir setelahnya
Dengan kulit putih, seputih arwah dari dunia orang mati

Satyawati, ibunya, menangis begitu pilu juga
Katanya “ Bagaimana ia mendatangkan kejayaan bagi Bangsa Kuru?
Sementara kulitnya begitu halus dan putih seperti hantu

Abyasa akhirnya dimintanya pergi sekali lagi.
Dan didapatinya gadis manis duduk di pinggir ranjang
Atas suruhan Ambika
Dayang Drati dari Kasta Sudra,
Bangkit dan sujud di kaki Abyasa
Bercinta dengan bahagia yang terdengar sampai Nibanna
Tapi ternyata itu juga pura pura,
Ia meronta saat bersanggama dengannya
Setelah itu lahirlah Yama Widura,
yang panjang sebelah kakinya

Abyasa manusia wicaksana,
Ia lebih pilih jadi pertapa,
kembali tinggalkan nafsu angkara,
karena ia hanya tahu,
Hanya Sang Dewa yang mencintainya
Tanpa syarat dan perihal apa apa.

Jakarta, 30 Agustus 2016

5 komentar:

Bayu

10.41 Pohon Belimbing 0 Comments

Lampu lampu ditengah ruangan merasuki mataku sampai silau sampai malas sekali untuk meracau sampai akhirnya terpukau.
Suara yang keras, derap yang tegas, tak juga mengadang, apalagi mengamang.
Dengan kaki kukuh, dan guguh membuat riuh lantai kayu dan hatiku yang mencoba gayuh.
Hatiku hanya hati bayu yang mudah lintuh.

Matamu yang lurus tak gegas terisak beberapa dari kami, yang bising cari cari tahu siapa namamu.
Aku yang memang percaya dewa, tak segan juga membaca mantra dan menyebut nama nama pujangga cinta yang kutahu, agar dirahmati juga wangi dupa harap harapku untuk sekedar tahu namamu.
Hatiku hanya hati bayu yang mudah lintuh.

Hanya satu yang kuharap, Dewa Dewiku.
Nama lelaki yang membuat aku ingin kehidupan baki karena sang Hyang mengekalkan diapun sepertinya agar abadi
Atau mungkin satu lagi, Dewa Dewiku.
Buatlah kami setara seperti kersik di dalam, dalamnya laut hatiku.
Karena aku hanya bayu,

Dengan hati yang mudah lintuh.

Angel Jessica
Agustus 2016

0 komentar:

Praja

09.57 Pohon Belimbing 0 Comments

Di kota ini selalu saja ramai berduru duru
Ricuh yang seringnya juga memburu buru
Pun pura pura tak tahu waktu
Kota ini kota yang sendiri, meski kelihatannya sepi
Ia bising tak terkendali

Di kota ini,
Kesedihan dan air mata adalah perihal wajar
Dan, kebahagiaan kecil hanya penganan
Kota ini kesepian
Ia butuh teman

Hanya perihal waktu
Sampai kau masing masing akan dengar
Kisah bagaimana kota ini runtuh
Dan bagaimana sepi sekuat kuatnya menyenyapkan gaduh        

Angel Jessica

29 Agustus 2016

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kenalan dengan saya disini!