Gugur - W.S Rendra
di atas bumi yang
dicintainya.
Tiada kuasa lagi
menegak
Telah ia lepaskan
dengan gemilang
pelor terakhir dari
bedilnya
ke dada musuh yang
merebut kotanya
Ia merangkak
di atas bumi yang
dicintainya
Ia sudah tua
luka-luka di badannya
Bagai harimau tua
susah payah maut
menjeratnya
Matanya bagai saga
menatap musuh pergi
dari kotanya
Sesudah pertempuran
yang gemilang itu
lima pemuda
mengangkatnya
di antaranya anaknya
Ia menolak
dan tetap merangkak
menuju kota
kesayangannya
Ia merangkak
di atas bumi yang
dicintainya
Belum lagi selusin
tindak
mautpun menghadangnya.
Ketika anaknya memegang
tangannya
ia berkata :
”Yang berasal dari
tanah
kembali rebah pada
tanah.
Dan aku pun berasal
dari tanah
Tanah Ambarawa yang
kucinta.
Kita bukanlah anak
jadah
Kerna kita punya bumi
kecintaan.
Bumi yang menyusui kita
dengan mata airnya.
Bumi kita adalah tempat
pautan yang sah.
Bumi kita adalah
kehormatan.
Bumi kita adalah juwa
dari jiwa.
Ia adalah bumi nenek
moyang.
Ia adalah bumi waris yang
sekarang.
Ia adalah bumi waris
yang akan datang.”
Hari pun berangkat
malam
Bumi berpeluh dan
terbakar
Kerna api menyala di
kota Ambarawa
Orang tua itu kembali
berkata :
“Lihatlah, hari telah
fajar !
Wahai bumi yang indah,
kita akan berpelukan
buat selama-lamanya !
Nanti sekali waktu
seorang cucuku
akan menacapkan bajak
di bumi tempatku
berkubur
kemudian akan
ditanamnya benih
dan tumbuh dengan subur
Maka ia pun berkata :
-Alangkah gemburnya
tanah di sini!”
Hari pun lengkap malam
ketika ia menutup
matanya.
0 komentar: