Aku Ingin Memelukmu
Kutuliskan sajak ini berulang kali,
berulang kali juga menunggu untuk
jadi sempurna.
Sajak yang terus merapal rindu,
Seperti mantra yang dahaga akan
dirimu
Yang tersisa darimu
hanya serpihan serpihan ingatan
yang lambat laun terhapus lupa dan usia.
Kucari dan kucari sumber haus rindu
yang kian membuat ngilu
Kusebut sebut namamu
Aku ingin memelukmu,
Tapi aku pun sudah lupa wangi asli
tubuhmu.
Kuingat darimu hanya setitik titik
ingatan yang terus mempengaruhi
Dan sedikit deskripsi tentangmu.
Aku ingin memelukmu,
Karena begitu sama sepertiku.
Aku ingin memelukmu,
Sangat kuat seperti rasa sup ayam
dan bubur yang sering kau buat.
Seperti kopi hitam yang pekat.
Seperti ucapan ucapanmu yang
seketika menjadi doa khusuk yang lupa kuamini.
Seperti rasa kue karamel yang dulu
tak kusukai dan kini kuingini.
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika kamu tahu, bahwa hidupmu
sudah tidak lama lagi
Ketika kamu mengasihani anak umur
sepuluh tahun ini
Aku sangat ingin memelukmu,
Saat pertama kalinya, kamu
memarahiku dan menangis.
Memeluk seluruh keputusasaan,
memeluk seluruh amarah, memeluk seluruh tangisan dan air mata.
Saat tubuhmu sendiri sebetulnya
ragu untuk melemah dan hilang dalam tiada.
Aku sangat ingin memelukmu,
Namun aku yang sepuluh tahun itu
hanya tahu,
Asap sabu, asap rokok, dan asap
yang mengepul dari kopi hitam kesukaanmu
Yang mampu membahagiakanmu.
Aku sangat ingin memelukmu,
Namun aku yang sepuluh tahun itu
hanya tahu,
Jika aku tak terlahir olehmu,
Dirimu takkan seputus asa itu.
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika kamu memarahiku di ruang
terapi, di ruang rumah sakit.
Ketika kamu menyuruhku membeli
peralatan untuk memakai sabu
Ketika kamu mengancamku untuk diam,
karena
Aku yang sepuluh tahun itu,
Mengancam untuk melaporkanmu ke
kantor polisi
Yang kamu pun sesungguhnya tahu,
kalau aku juga tidak mungkin bisa melakukan itu.
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika bau asap tubuhmu berubah
menjadi bau pengharum ruangan rumah sakit
Namun aku yang sepuluh tahun itu,
Pergi bersembunyi pada detik detik
sebelum kamu masuk ke ruang operasi.
Karena seperti dalam acara
televisi, kupikir kamu akan pergi.
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika malamnya aku melihatmu, dan
seperti biasa kamu memarahiku.
Aku sangat ingin memelukmu.
Ketika aku diberitahu arti
kemoterapi, oleh suster penjaga.
Setiap hari tubuhmu kian melemah
dan aku tahu kamu membencinya
Dan aku juga membencinya.
Tubuhmu kian kurus dan sorot matamu
kian redup
Dan kamu semakin sering tersenyum,
dan jarang memarahiku.
Aku juga membencinya.
Aku sangat ingin memelukmu
Ketika rambut cantikmu yang dulu
kubanggakan
Mulai habis.
Aku sangat ingin memelukmu
Aku sangat ingin memelukmu
Ketika lambat laun kamu menjadi
bukan lagi manusia
Di hadapanku.
Aku sangat ingin memelukmu dan
melihatmu menangis didepanku.
Melihatmu kesakitan
Namun kamu hanya bisa tersenyum
saat itu
Dan aku yang terlalu kesal pergi
meninggalkanmu.
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika kamu tersenyum melihatku
ketakutan ketika darah mencuat karena infus yang terlepas dari tubuhmu
Kau selalu ingat, ketakutanku
Aku sangat ingin memelukmu,
Ketika tubuhmu kian kurus, dan di
depanku
Malaikat maut membebaskanmu
Dan menjadikanku orang yang yang
sama sepertimu
Aku tidak menangis
Aku tidak ingin memelukmu saat itu
Aku mengira ngira,
Apa yang bisa kulakukan tanpamu?
Sedang aku mengira ngira,
Bisakah aku sekuat dirimu?
Dan aku memutuskan saat itu,
Kalau aku begitu membencimu.
Langkah pasti untuk tanpa segan
melupakanmu
Dan hebatnya sama sepertimu,
Semua orang mempercayaiku,
Namun
Kutuliskan sajak ini berulang kali,
yang berulang kali juga menunggu
untuk jadi sempurna.
Sajak yang terus menerus merapal
rindu,
Seperti mantra yang dahaga akan
dirimu
Kutuliskan sajak ini selesai sampai
disini,
Karena aku mulai membenci diriku,
Yang merindu tanpa henti.
Salamku untukmu,
Maaf karena sering berkata aku
membencimu, namun aku tahu kamu pasti mengerti bukan?
Karena aku begitu sama sepertimu
Salamku untukmu,
Mamaku, yang tak henti hentinya
kucinta dan kubenci.
Jakarta, 2 September 2015
Didedikasikan untuk Alm. Daryati
Ibu saya yang paling kuat
0 komentar: