Sayap Sayap Patah - Sebuah Laporan Bacaan
Sebelum menuliskan keindahan
dari buku ini, buku ini awalnya ditulis tahun 1912, didedikasikan untuk Mary
Elizabeth Haskell, perempuan yang sungguh dicintai oleh Gibran. Mungkin memang
fiksi, tetapi disini kita bisa melihat bagaimana seorang Kahlil Gibran
menggambarkan cinta yang tidak membahagiakan.
Tokoh utama dari cerita ini
adalah seorang pemuda, yang menggambarkan Kahlil Gibran itu sendiri, dan
seorang perempuan bernama Salma Karama, yang berumur 20 tahun kala
itu. Mungkin saja, ini adalah cinta pertama dan terakhir Kahlil Gibran.
Salma adalah gadis cantik muda dari Beirut yang digambarkan begitu indah
seperti kolam, begitu dalam sedalam lautan, dan menghidupi hidupnya. Cerita
dimulai ketika Gibran pergi ke Lebanon untuk jalan-jalan dan bertemu dengan
sahabat ayahnya, Farris Effandi Keremy. Farris berusia cukup tua dan sangat
lembut dan baik hati dan telah kehilangan istrinya ketika Salma masih remaja.
Dia mengundang Kahlil Gibran ke rumahnya. Suatu malam Gibran pergi ke sana dan
bertemu dengan seorang gadis cantik Selma yang merupakan putri Farris, dan
begitulah mereka saling jatuh cinta.
Cinta sejati mereka akhirnya
tidak membahagiakan karena Salma dipaksa menikahi keponakan Uskup Bulos Galib
yang bernama Mansour, yang meskipun tanpa restu dari ayahnya tetapi tetap
dilaksanakan karena tidak ada yang bisa melawan Uskup. Kehidupan Salma berubah
menjadi kesengsaraan setelah pernikahannya, sementara Gibran menderita
kehilangan perempuan yang dicintainya.
Dan setelah lima tahun
menikah. Salma melahirkan seorang anak laki-laki yang meninggal segera setelah
ia dilahirkan. Selma juga, pada akhirnya, meninggal.
Sungguh, cerita ini adalah
cerita paling tragis, dan menyedihkan, menurut saya setelah Romeo & Juliet
dari Shakespeare. Ini adalah adalah kisah cinta yang sederhana, sejuk,
tenang, lembut, dan dengan akhir yang menyedihkan. Cerita ini memberitahu kita
bagaimana mengekspresikan diri tanpa mengucapkan sepatah kata pun dan bagaimana
cara mendengarkan keheningan. Cerita ini memberi tahu kita apa arti kata
“cinta” yang sesungguhnya dan makna dari kebahagiaan dan juga kesedihan.
Cerita ini menceritakan betapa mudahnya memahami cinta yang sesungguhnya namun
betapa sulitnya kadang-kadang teguh memegangnya.
Dalam cerita ini juga, Kahlil
Gibran mengatakan bahwa cinta itu seperti air, kita tidak bisa menahannya di
tangan. Kita bisa menghirupnya di dalam diri kita, tetapi kita tidak bisa
menahannya, air itu masuk ke dalam diri. Bahkan, air itu menghasilkan kehidupan
di dalam diri kita. Cinta bukan tetntang mendapatkan, sebaliknya itu bukan
kerajaan atau permainan yang kita butuhkan untuk menang, tetapi itu sebuah
perasaan yang lebih menginginkan untuk memberi daripada mendapatkan atau
berekspektasi. Kahlil menuangkan pikirannya yang murni dalam cerita ini.
Saya membaca buku ini pertama
kali ketika kelas dua SMP, dan begitulah saya jatuh cinta dengan puisi dan
prosa dan seluruh kata kata cinta yang apik dan bernilai. Sayap Sayap Patah
bukan hanya sebuah buku, melainkan sebuah karya seni. Karya seni yang begitu
mengesankan untuk bukan hanya sekadar dibaca, namun juga direnungkan,
mengingatkan kembali diri kita sendiri tentang kemurnian jiwa dan cinta.
Salah satu kutipan yang paling
saya suka dari buku ini adalah,
"The heart of a woman
does not change with time and does not change with the seasons, the woman's
heart is long but not dead. The heart of a woman resembles the wilderness that
man takes as a battlefield for his wars and his escape. He uproots her trees, burns
her herbs, stabs her rocks with blood and implants her bones and skulls, but
remains calm, still and reassuring. The spring keeps spring and autumn to the
end of the ages ... "
0 komentar: