Manus Manum Lavat

10.34 Pohon Belimbing 0 Comments


Jadi judul tulisan saya (yang entah dimasukkan ke dalam jenis prosa apa ini) adalah berasal dari frasa “Manus Manum Lavat” dari Petronius mempunyai makna “The favor for the favor” yang saya tangkap adalah semisal tangan kita mencuci tangan orang lain, atau bisa jadi adalah sebuah frasa yang bisa diartikan sebagai “saling menguatkan”.

Kalimat tersebut terngiang di kepala saya saat sedang menikmati sebuah chessecake (percayalah, makan manis membuat otak bekerja lebih cepat dari biasanya.) bersama seorang kakak, yang bilang “Sering-seringlah bergaul dengan orang yang memotivasi kamu dan memiliki ambisi”, seorang teman karib yang lain bilang “Ngel, carilah seseorang yang bisa memberikan lo empower dan positive vibes.” Begitu jugalah yang dikatakan dalam buku yang paling saya cintai di dunia, Amsal. Penulisnya, Salomo juga menasihati saya (loh siapa kamu Ngel) demikian. Tertulis dalam Amsal 13:20 ‘Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang’.

Dan, kalimat kalimat tersebut sedang menohok saya dengan keras.
(iya Ngel, iya)

Jujur, saya adalah tipikal orang yang mempunyai banyak sekali lingkaran pergaulan. Mungkin kalian melihat saya adalah tipikal orang yang mempunyai banyak sekali teman, iya saya tidak menyangkal itu. Tapi sahabat? Mungkin hanya beberapa teman yang bisa saya yakini adalah sahabat saya. Beberapa? Satu atau dua mungkin ya?

Hal yang membuat saya menjadi sebegitu takutnya dengan kualitas lingkar sahabat saya adalah sifat mudah jatuh cinta yang saya miliki. Iya, saya bisa jadi sangat jatuh cinta dengan seorang teman, begitu tergantung, dan akhirnya jadi mudah sekali kecewa. Saya bisa begitu percaya dengan seorang teman, dan akhirnya jadi mudah sekali dikhianati.

“Alah, angel  ini. Selow” adalah kalimat yang sering orang lontarkan di depan saya.

“Angel mah selow kasih makanan aja nanti senyum lagi itu” adalah ranking kedua kalimat yang sering orang lontarkan di depan saya.

Sebetulnya ada alasan yang sederhana mengapa saya bertindak seperti itu (gampang reda marahnya), karena saya merasa amarah saya nggak ada apa apanya dibandingkan relationship saya dengan mereka. Lalu, untuk apa menjadikan itu sebagai alasan untuk merusak relationship itu? Tapi, dengan kalimat kalimat yang dilontarkan di paragraf sebelumnya. Sepertinya sudah saatnya untuk mengkaji prinsip saya tentang persahabatan kembali.

Betul memang, kita harus bergaul dengan siapa dan betul juga kita harus menghargai setiap relationship yang kita punya dengan semua orang. Tapi apakah sikap menghargai adalah berarti memiliki? Iya, kalian pasti sering mendengar kalimat ‘cinta tak harus memiliki’, mungkin begitu juga dengan sebuah ‘harga’. Menghargai kadang berarti adalah tidak memiliki hubungan sama sekali. Dan sebuah relationship, kadang pada kenyataannya belum tentu saling ‘menghargai’ atau bahkan ber’harga’.

Tuh kan kalimatnya mulai nggak jelas.

Jadi, iya intinya adalah balik lagi pada kata ‘harga’ yang saya tulis di atas. Kita pikir ulang apa sih ‘harga’ yang ingin kita capai pada sebuah relationship? Bukankah ‘harga’ yang paling pas adalah diri kita sendiri? ‘Harga’ yang ingin kita capai sudah seharusnya adalah diri kita sendiri. Saya ulang biar greget, kawan!

Lalu, ‘harga’ yang kedua adalah orang lain yang terlibat dalam relationship tersebut.
(Inget harus ada orang lain ya, kalau sendiri, kamu berarti bertepuk sebelah tangan, kayak aku. Loh?”

Pikir ulang apakah kamu, menjadi sebuah subjek (yang sama kedudukannya dengan orang lain itu) dalam relatioship kalian? Apakah kamu sudah punya predikat dalam relationship kalian?. Maksud saya, apakah kamu sudah menjadi sebuah, sesuatu yang maknais bagi relationship kalian?

Dalam sebuah relationship terdapat dua subjek bukan satunya subjek, satunya objek. Itu sih syarat sintaksis (ah tak perlu dijelaskan, kuliahku belum lulus mata kuliah ini). Tapi bukan berarti melulu kesamaan kedudukan atau kekuatan ya, bukan semisal dua matahari; kiamat nanti, atau dua bulan; nanti bumi tenggelam. Bukan. Dua subjek tak melulu dikaitkan dengan kata hubung ‘dan’, bisa jadi dua subjek itu dihubungkan dengan ‘atau’, bisa jadi hanya tanda koma (,). Dua subjek adalah dua buah kekuatan yang saling menguatkan, saling tarik menarik. Semacam dua kutub magnet, semacam yin yang.

Relationship adalah sebuah keajaiban yang dibuat manusia untuk pemenuhan kebutuhannya. Jadilah kebutuhan bagi orang lain, juga jadilah butuh dengan orang lain. Buatlah relationship yang berharga. Buatlah relationship yang bersyarat. Karena jika cinta tidak bersyarat, maka itu bukan cinta. Kutegaskan ini karena cinta adalah syarat itu sendiri, dan ‘harga’ itu sendiri.

Memulai relationship yang baik itu sederhana kok. Jika kamu mencari seseorang yang bisa membayar ‘harga’ sebuah relationship, dan kamu tidak menemukannya. Be the one! Jadilah orang yang membayar lunas ‘harga’ tersebut.

Paling tidak, akan ada yang tertarik ngajak patungan untuk bayar ‘harga’ yang ingin kalian capai.

Inget ya, patungan. Karena bayar sendiri itu capek, dan dibayarin itu nggak enak.


Yagitu deh. Semoga bisa dipahami. Maklum baru pertama kali nulis kayak gini.

0 komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.

Kenalan dengan saya disini!