Manus Manum Lavat
Jadi judul tulisan saya (yang entah dimasukkan ke dalam
jenis prosa apa ini) adalah berasal dari frasa “Manus Manum Lavat” dari
Petronius mempunyai makna “The favor for the favor” yang saya tangkap adalah
semisal tangan kita mencuci tangan orang lain, atau bisa jadi adalah sebuah
frasa yang bisa diartikan sebagai “saling menguatkan”.
Kalimat tersebut terngiang di kepala saya saat sedang
menikmati sebuah chessecake (percayalah, makan manis membuat otak bekerja lebih
cepat dari biasanya.) bersama seorang kakak, yang bilang “Sering-seringlah
bergaul dengan orang yang memotivasi kamu dan memiliki ambisi”, seorang teman
karib yang lain bilang “Ngel, carilah seseorang yang bisa memberikan lo empower
dan positive vibes.” Begitu jugalah yang dikatakan dalam buku yang paling saya
cintai di dunia, Amsal. Penulisnya, Salomo juga menasihati saya (loh siapa kamu
Ngel) demikian. Tertulis dalam Amsal 13:20 ‘Siapa bergaul dengan orang bijak
menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang’.
Dan, kalimat kalimat tersebut sedang menohok saya dengan
keras.
(iya Ngel, iya)
Jujur, saya adalah tipikal orang yang mempunyai banyak
sekali lingkaran pergaulan. Mungkin kalian melihat saya adalah tipikal orang
yang mempunyai banyak sekali teman, iya saya tidak menyangkal itu. Tapi
sahabat? Mungkin hanya beberapa teman yang bisa saya yakini adalah sahabat saya.
Beberapa? Satu atau dua mungkin ya?
Hal yang membuat saya menjadi sebegitu takutnya dengan
kualitas lingkar sahabat saya adalah sifat mudah jatuh cinta yang saya miliki.
Iya, saya bisa jadi sangat jatuh cinta dengan seorang teman, begitu tergantung,
dan akhirnya jadi mudah sekali kecewa. Saya bisa begitu percaya dengan seorang
teman, dan akhirnya jadi mudah sekali dikhianati.
“Alah, angel ini. Selow”
adalah kalimat yang sering orang lontarkan di depan saya.
“Angel
mah selow kasih makanan aja nanti senyum lagi itu” adalah ranking kedua kalimat yang sering orang lontarkan di
depan saya.
Sebetulnya ada alasan yang sederhana
mengapa saya bertindak seperti itu (gampang reda marahnya), karena saya merasa amarah saya nggak ada
apa apanya dibandingkan relationship
saya dengan mereka. Lalu, untuk apa menjadikan itu sebagai alasan untuk merusak
relationship itu? Tapi, dengan
kalimat kalimat yang dilontarkan di paragraf sebelumnya. Sepertinya sudah saatnya untuk
mengkaji prinsip saya tentang persahabatan kembali.
Betul memang, kita harus bergaul dengan
siapa dan betul juga kita harus menghargai setiap relationship yang kita punya
dengan semua orang. Tapi apakah sikap menghargai adalah berarti memiliki? Iya,
kalian pasti sering mendengar kalimat ‘cinta tak harus memiliki’, mungkin
begitu juga dengan sebuah ‘harga’. Menghargai kadang berarti adalah tidak
memiliki hubungan sama sekali. Dan sebuah relationship, kadang pada
kenyataannya belum tentu saling ‘menghargai’ atau bahkan ber’harga’.
Tuh kan kalimatnya mulai nggak jelas.
Jadi, iya intinya adalah balik lagi pada
kata ‘harga’ yang saya tulis di atas. Kita pikir ulang apa sih ‘harga’ yang
ingin kita capai pada sebuah relationship? Bukankah ‘harga’ yang paling pas
adalah diri kita sendiri? ‘Harga’ yang ingin kita capai sudah seharusnya adalah
diri kita sendiri. Saya ulang biar greget, kawan!
Lalu, ‘harga’ yang kedua adalah orang lain
yang terlibat dalam relationship tersebut.
(Inget harus ada orang lain ya, kalau
sendiri, kamu berarti bertepuk sebelah tangan, kayak aku. Loh?”
Pikir ulang apakah kamu, menjadi sebuah
subjek (yang sama kedudukannya dengan orang lain itu) dalam relatioship kalian?
Apakah kamu sudah punya predikat dalam relationship kalian?. Maksud saya, apakah
kamu sudah menjadi sebuah, sesuatu yang maknais bagi relationship kalian?
Dalam sebuah relationship terdapat dua
subjek bukan satunya subjek, satunya objek. Itu sih syarat sintaksis (ah tak
perlu dijelaskan, kuliahku belum lulus mata kuliah ini). Tapi bukan berarti melulu kesamaan kedudukan atau kekuatan ya, bukan semisal dua matahari; kiamat nanti,
atau dua bulan; nanti bumi tenggelam. Bukan. Dua subjek tak melulu dikaitkan
dengan kata hubung ‘dan’, bisa jadi dua subjek itu dihubungkan dengan ‘atau’, bisa jadi hanya tanda koma (,). Dua
subjek adalah dua buah kekuatan yang saling menguatkan, saling tarik menarik.
Semacam dua kutub magnet, semacam yin yang.
Relationship adalah sebuah keajaiban yang
dibuat manusia untuk pemenuhan kebutuhannya. Jadilah kebutuhan bagi orang lain,
juga jadilah butuh dengan orang lain. Buatlah relationship yang berharga.
Buatlah relationship yang bersyarat. Karena jika cinta tidak bersyarat, maka
itu bukan cinta. Kutegaskan ini karena cinta adalah syarat itu sendiri, dan ‘harga’
itu sendiri.
Memulai relationship yang baik itu
sederhana kok. Jika kamu mencari seseorang yang bisa membayar ‘harga’ sebuah
relationship, dan kamu tidak menemukannya. Be the one! Jadilah orang yang
membayar lunas ‘harga’ tersebut.
Paling tidak, akan ada yang tertarik
ngajak patungan untuk bayar ‘harga’ yang ingin kalian capai.
Inget ya, patungan. Karena bayar sendiri
itu capek, dan dibayarin itu nggak enak.
Yagitu deh. Semoga bisa dipahami. Maklum
baru pertama kali nulis kayak gini.
1 komentar: