Di Gereja
(1)
Kupilihkan
beberapa batu yang basah di jalan setapak yang bau perkara,
yang
tak habis diselesaikan selama waktu tak memberinya jeda.
Kusimpan,
diam diam kutaruh satu atau dua di kantung celanamu.
Siapa
tahu batu itu sewaktu waktu tumbuh menjadi
kata yang berdoa agar hujan tak pernah reda.
Kau
adalah segala perasaan was was yang selalu tumbuh di setiap cuaca, kau adalah
isyarat yang menggantung di daun jendela.
(2)
Kita
dengarkan juga bunyi denting kesepian yang berdesik desik di kelopak matamu.
Nyanyian
bukanlah tempat teraman menyimpan rahasia.
Aku
diam saja. Kau sedang hilang, entah kemana.
(3)
Masih
hujan. Lebih deras dari biasanya.
Dan
aku masih menebak nebak kesedihanmu seperti apa rupanya?
Kau
masih malam, masih gaib, masih igau dalam kantukku.
Demikianlah,
rahasia masih tertinggal di bait bait sajakku, tak henti hentinya menatap teka
teki tak terbaca, bersembunyi di air mata yang nampak asing di wajahmu.
2 komentar: